Rancangan Undang-undang Pertanahan (RUUP) merupakan usulan inisiatif komisi II DPR RI yang telah diusulkan sejak tahun2013, merupakan salah satu amanat yang tertuang dalam Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya.
Posisi terakhir pembahasannya yakni di komisi II DPR RI melalui rapat Panja RUUP Tingkat I tanggal 28 September 2014, yang menyepakati bahwa RUUP tidak dilanjutkan pembahasannya mengingat masih ada substansi yang belum dibahas dan belum mendapat persetujuan karena waktu yang terbatas.
Rapat Internal Komisi II DPR RI, Selasa (24/3), menyepakati untuk melanjutkan pembahasan RUUP dalam masa persidangan III, bahkan tidak tertutup kemungkinan ditetapkan menjadi UU.
Mensikapi hal tersebut, Anggota Komisi II DPR RI, Saduddin, memandang perlunya menuntaskan pembahasan RUUP dalam masa keanggotaan anggota DPR RI periode 2014-2019, yang pembahasannya dimulai pada masa persidangan III ini.
“Masalah pertanahan terkait dengan hajat hidup seluruh warga Negara sehingga harus segera dituntaskan agar ada kejelasan hukum dan tidak menimbulkan konflik yang luas dan berkepanjangan. Kasus-kasus sengketa tanah yang terjadi saat ini, diakibatkan adanya kekosongan hukum yang belum diatur oleh UU yang ada,” ujar Saduddin, yang disampaikannya di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/3).
Saduddin mengungkapkan, beberapa alasan mendasar yang menjadi hal strategis untuk dituntaskannya pembahasan RUUP.
UU No.05 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang selama ini dijadikan acuan dalam masalah pertanahan belum mengantisipasi perkembangan ilmu, teknologi, politik, social-ekonomi maupun budaya serta perkembangan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, lanjut Saduddin lagi, UUPA perlu dilengkapi dan dijabarkan lebih lanjut antara lain terkait dengan hal-hal sebagai berikut;
a. batasan maksimum hak atas tanah untuk keperluan usaha untuk mencegah spekulasi dan penelantaran tanah,
b. penuntasan restrukturisasi penguasaan dan pemilikan tanah yang dilengkapi dengan pemberian kesempatan untuk memperoleh akses terhadap modal, teknologi dan pasar
c. pencegahan alih fungsi tanah dan penyediaan tanah untuk ruang public
d. Resolusi sengketa dan konflik baik melalui proses pengadilan maupun diluar pengadilan dan melalui suatu Komisi Nasional untuk menyelesaikan sengketa dan konflik yang massif, berdampak luas, sektoral dan berskala nasional.
e. Hak untuk menggunakan ruang di bawah/ di atas tanah
f. Menekankan pentingnya fungsi ekologis disamping fungsi sosia hak atas tanah
g. Menuntaskan pendaftaran semua tanah di wilayah RI
Lebih lanjut, Saduddin menjelaskan, ekonomi politik makro yang pro pertumbuhan telah mendorong berbagai ketentuan UUPA diberikan penafsiran yang tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan falsafah dan prinsip dasar UUPA yang berdampak terhadap ketidakadilan dan pelanggaran HAM terkait pemanfaatan tanah. Beberapa contoh kasus salah tafsir muncul diantaranya;
a. Hak Milik Negara (HMN) ditafsirkan sedemikian luas seolah-olah Negara merupakan pemilik tanah
b. Penafsiran yang beragam tentang tanah Negara
c. Pembelokan HPL dari “fungsi” menjadi “hak”
d. Penafsiran yang longgar terhadap makna fungsi social hak atas tanah
e. Kekurangtegasan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat (MHA) dan ulayatnya
f. Pengabaian nilai-nilai non-ekonomi dari tanah dan menjadikan tanah sebagai komoditas dan alat akumulasi modal.
Yang terakhir, Saduddin menambahkan, RUUP dimaksudkan sebagai “jembatan-antara” untuk meminimalisasi tumpang tindih berbagai UU sektoral dengan antara lain;
a. Menuntaskan pendaftaran terhadap tanah Negara (termasuk kawasan hutan), di samping pendaftaran tanah ulayat dan tanah hak
b. Menegaskan bahwa hak atas tanah dapt juga terjadi di atas tanah hak ulayat
Dengan demikian, jelas Saduddin, RUUP tidak dimaksudkan untuk menggantikan UUPA tetapi menjebarkan lebih lanjut ketentuan dalam UUPA.
“Prinsip dasar pembentukan UUP adalah prinsip dasar UUPA yang dilengkapi dengan prinsip dasar Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA sesuai dengan TAP MPR,” tutup Saduddin.
0 Komentar untuk "URGENSI PENUNTASAN PEMBAHASAN RUUP PENGGANTI UUPA"