Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo
Kumolo meminta Pemda dan DPR Aceh segera mengubah
Qanun (perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan
Lambang Aceh karena permintaan kewenangan pemerintah
daerah setempat telah dipenuhi Pusat.
"Saat ini belum (diubah), itu harus disesuaikan nanti
perubahan itu harus dari usulan daerah," kata Tjahjo di
Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis.
Perubahan Qanun tersebut merupakan konsekuensi atas
kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan Pemda Aceh
terkait pelimpahan kewenangan sesuai Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
"Kita sudah clear semua, tidak ada masalah. Kami tetap
berpegang pada MoU (Memorandum of Understanding)
Helsinki tetap menjadi kewenangan, menyamakan
kesepahaman dengan PP turunannya," kata Mendagri.
Dua peraturan terkait kewenangan pertanahan dan
pengelolaan migas, lanjut Tjahjo, sudah mencapai
kesepakatan dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
"Kami sudah jelaskan, semua sudah teken. Sudah kami
putuskan Perpres dan PP-nya dan sudah dibahas. Kaitan
dengan migas juga sudah tidak ada masalah," jelasnya.
Rapat koordinasi antara Pusat dan pemerintah daerah Aceh
dilakukan di Kantor Wakil Presiden dengan dihadiri Wakil
Presiden Jusuf Kalla, Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Wali
Nangroe Aceh Malik Mahmud, Plt Dirjen Otonomi Daerah
Susilo dan Dirjen Keuangan Daerah Reydonnizar Moenek.
Mendagri mengatakan dalam rapat tersebut hanya membahas
mengenai penjelasan lebih rinci dari Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang
Bersifat Nasional di Aceh.
Pembahasan PP sebagai turunan UU Aceh terjalin cukup alot
sejak UU tersebut disahkan sembilan tahun lalu, sehingga
berakibat munculnya Qanun tentang Bendera dan Lambang
Aceh yang mengubah logo bendera menyerupai lambang
gerakan separatis.
Polemik terkait bendera Aceh muncul setelah Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan penggunaan
lambang bulan sabit dan bintang sebagai bendera daerah
pada 25 Maret. Peraturan tersebut tertuang dalam Qanun
(Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang
Aceh.
Sejumlah lambang pada bendera tersebut disinyalir
menyerupai simbol-simbol yang pernah digunakan oleh
kelompok separatisme GAM, yang pada 15 Agustus 2005
telah melakukan penandatanganan nota kesepakatan damai
"Perjanjian Helsinki" dengan Pemerintah Indonesia.
Pada dasarnya, Pemerintah tidak melarang penggunaan
bendera daerah sebagai bentuk karakter tradisi lokal, hanya
penggunaan lambang dan simbol dalam bendera tersebut
tidak boleh mengindikasikan gerakan separatisme dari NKRI.(antaranews)
Kumolo meminta Pemda dan DPR Aceh segera mengubah
Qanun (perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan
Lambang Aceh karena permintaan kewenangan pemerintah
daerah setempat telah dipenuhi Pusat.
"Saat ini belum (diubah), itu harus disesuaikan nanti
perubahan itu harus dari usulan daerah," kata Tjahjo di
Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis.
Perubahan Qanun tersebut merupakan konsekuensi atas
kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan Pemda Aceh
terkait pelimpahan kewenangan sesuai Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
"Kita sudah clear semua, tidak ada masalah. Kami tetap
berpegang pada MoU (Memorandum of Understanding)
Helsinki tetap menjadi kewenangan, menyamakan
kesepahaman dengan PP turunannya," kata Mendagri.
Dua peraturan terkait kewenangan pertanahan dan
pengelolaan migas, lanjut Tjahjo, sudah mencapai
kesepakatan dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
"Kami sudah jelaskan, semua sudah teken. Sudah kami
putuskan Perpres dan PP-nya dan sudah dibahas. Kaitan
dengan migas juga sudah tidak ada masalah," jelasnya.
Rapat koordinasi antara Pusat dan pemerintah daerah Aceh
dilakukan di Kantor Wakil Presiden dengan dihadiri Wakil
Presiden Jusuf Kalla, Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Wali
Nangroe Aceh Malik Mahmud, Plt Dirjen Otonomi Daerah
Susilo dan Dirjen Keuangan Daerah Reydonnizar Moenek.
Mendagri mengatakan dalam rapat tersebut hanya membahas
mengenai penjelasan lebih rinci dari Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang
Bersifat Nasional di Aceh.
Pembahasan PP sebagai turunan UU Aceh terjalin cukup alot
sejak UU tersebut disahkan sembilan tahun lalu, sehingga
berakibat munculnya Qanun tentang Bendera dan Lambang
Aceh yang mengubah logo bendera menyerupai lambang
gerakan separatis.
Polemik terkait bendera Aceh muncul setelah Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan penggunaan
lambang bulan sabit dan bintang sebagai bendera daerah
pada 25 Maret. Peraturan tersebut tertuang dalam Qanun
(Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang
Aceh.
Sejumlah lambang pada bendera tersebut disinyalir
menyerupai simbol-simbol yang pernah digunakan oleh
kelompok separatisme GAM, yang pada 15 Agustus 2005
telah melakukan penandatanganan nota kesepakatan damai
"Perjanjian Helsinki" dengan Pemerintah Indonesia.
Pada dasarnya, Pemerintah tidak melarang penggunaan
bendera daerah sebagai bentuk karakter tradisi lokal, hanya
penggunaan lambang dan simbol dalam bendera tersebut
tidak boleh mengindikasikan gerakan separatisme dari NKRI.(antaranews)
0 Komentar untuk "Mendagri Minta Pemerintah Aceh Ubah Qanun Lambang Dan Bendera Aceh"