Banda Aceh | Ketua Komisi VII Bidang Agama dan Kebudayaan, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) H. Gufran Zainal Abidin, MA, di kantornya DPR Aceh, Jalan Tengku Daud Beureueh, Banda Aceh, Rabu, (12/07/2017), merespon secara tegas rencana Pemerintah Aceh baru dibawah kepemimpinan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah, untuk menerapkan hukuman cambuk secara tertutup alias bukan di depan khalayak ramai.
Pertumbuhannya 2,87 Persen, Presiden Jokowi Minta Gubernur/Wakil Gubernur Aceh Kerja Keras
Kata Ketua DPW PKS Aceh itu, DPR Aceh tidak sepakat hukuman cambuk dilakukan secara tertutup. Alasannya, hukuman itu merupakan efek jera bagi pelaku dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas, supaya tidak melakukan pelanggaran Syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah.
“Sehingga penegakan Syariat Islam dihormati, baik Pemerintah Aceh maupun semua elemen masyarakat lainnya,” ujar H. Gufran Zainal Abidin, Rabu (12/07).
Lanjut anggota DPR Aceh ini, tujuan dari pemberlakuan Qanun Syariat Islam, bukan untuk menghukum orang, tetapi sebagai upaya dan usaha preventif dan antisipatif agar tidak melakukan pelanggaran.
Itu sebabnya, kalau semua dilakukan secara tertutup atau tersembunyi, maka pelanggaran syariat Islam itu sendiri juga dilakukan secara tersembunyi. Karena itu, ketika hukumannya tersembunyi, tentu tidak ada pembelajaran dan efek jera bagi masyarakat secara luas dan ini merupakan sebuah kemunduran.
“Rencana Pemerintah Aceh mengeksekusi cambuk secara tertutup, ini kemunduran bagi penegakan Syariat Islam di Aceh. Saya kira pemerintah harus ada solusi lain terkait investasi. Jadi, jangan dibenturkan penegakan Syariat Islam dengan memutuskan hubungan hukuman cambuk di tempat terbuka,” kata Gufran, tegas.
Menurut wakil rakyat dari daerah pemilihan Kota Banda Aceh, Sabang dan Kabupaten Aceh Besar ini menyatakan. Tidak ada hubungan antara minimnya investasi dengan penegakan hukuman cambuk di ruang terbuka atau depan umum. Bahkan, yang perlu dibenahi Pemerintah Aceh adalah soal berbelitnya pengurusan administrasi investasi serta munculnya berbagai kutipan tak resmi dalam tubuh pemerintahan itu sendiri.
“Malah yang menjadi keluhan investor adalah rumitnya pengurusan investasi di Aceh. Bukan gara-gara karena cambuk. Jadi, yang dikeluhkan investor luar atau investor nasional bukan soal cambuk, tapi rumitnya proses administrasi investasi di Aceh. Maka? tidak ada hubungan dengan hukuman cambuk yang dilakukan di depan umum. Karena tujuan hukuman cambuk di depan umum adalah untuk pembelajaran bagi masyarakat lain, supaya tidak melakukan pelanggaran,” ujar Gufran mengingatkan Pemerintah Aceh.
Tak hanya itu kata Ustad Gufran, pelaksanaan hukum syariat Islam di Aceh jangan dipersepsikan secara salah dan keliru.
"Hukuman itu diberlakukan pada orang yang melanggar dan ini memberi efek jera bagi tegaknya syariat Islam di Aceh. Kalau itu dilakukan secara tertutup, maka sebuah kemunduran. DPR Aceh tidak setuju dengan rencana Pemerintah Aceh meng eksekusi pelanggar syariat Islam secara tertutup. Kami tegaskan tidak ada hubungan dengan investasi. Jadi, jangan dikaitkan dengan pembangunan di Aceh," kata dia.
Lanjutnya, DPR Aceh kembali menyarankan bahwa perbaiki dulu proses perizinan, jangan langsung dikaitkan dengan hukuman cambuk secara terbuka dan itu sangat jauh kaitanya. “DPR Aceh mendukung proses hukuman cambuk itu secara terbuka dan diekpos, diviralkan supaya orang tidak melakukan kesalahan yang sama,” katanya.
Gufran mengingatkan Pemerintah Aceh yang baru untuk berpikir ulang dan mempelajari secara mendalam dan hati-hati. Sebab, tujuan Aceh menerapkan hukum syariat Islam guna memberantas dan mengurangi berbagai praktik yang dilarang agama yaitu Islam.
"Jadi, bukan ingin menyubur pelanggar syariat Islam di Aceh. Salah satu caranya memberi pembelajaran pada publik adalah dengan hukuman cambuk di depan umum. “Kami malah menyarankan Pemerintah Aceh meningkatkan pembinaan pada masyarakat, supaya tidak melakukan pelanggaran syariat,” kata Gufran.
Namun, jika itu tetap dilakukan Pemerintah Aceh bahwa hukuman cambuk secara tertutup, itu merupakan bukti bahwa Pemerintah Aceh baru tidak komit dengan visi-misi dalam hal penguatan syariat Islam di Aceh.
“Kalau ini dilakukan, itu tidak sesuai dengan visi-misi Pemerintah Aceh baru dalam penguatan syariat Islam,” ujar Gufran.
Memang, dalam misi Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah yang pernah disampaikan dalam Sidang Paripurna DPR Aceh. Dari sembilan misi yang diyakinkan pada masyarakat saat Pilkada lalu adalah, memperkuat pelaksanaan Syariat Islam beserta nilai-nilai ke-Islaman dan budaya ke-Acehan dalam kehidupan masyarakat dengan iktikad Ahlussunah Waljamaah yang bersumber hukum Mazhap Syafi’iyah dengan tetap menghormati mazhab yang lain.
Sementara itu, jurubicara DPW Partai Bulan Bintang (PBB) Provinsi Aceh Hamzah, Rabu (12/07) mengingatkan Pemerintah Aceh Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah, agar jangan memulai pemerintahnya dengan memancing suasana, terutama soal isu-isu krusial, seperti dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
Menurut alumni Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri-dulu IAIN Ar-Raniry ini, semestinya Pemerintah Aceh yang baru memperkuat pelaksanaan syariat Islam di Aceh dan bukan sebaliknya memperlemah. "Justru itu bisa menyakit kan perasaan masyarakat Aceh nantinya," kata Hamzah.
Karena itu, mantan aktivis Aceh 1998 dari Sentral Informasi Referendum (SIRA) itu berharap. Pemerintah Aceh jangan terkontaminasi dengan pendekatan-pendekatan sekularisme dalam hal penguatan pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
“Razeki itu sudah dijamin Allah SWT, jadi masih ada cara lain untuk meyakinkan investor dalam hal berivestasi di Aceh. Salah satunya benahi dulu proses administrasi dalam pengurusan investasi,” kata Hamzah, Rabu (12/07).(sumber)
0 Komentar untuk "Ketua Komisi VII : Upaya Mundur Jangan Cepat Pancing Suasana"