-->

Tajuk

Pelaku Illegal Fishing Asal India Meninggal Karena Sakit di Aceh

Pelaku Illegal Fishing Asal India Meninggal Karena Sakit di Aceh

Peristiwa.co, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaksanakan langkah-langkah penanganan terbaik kepada Maria Jesin Dhas Yashudasan, Nakhoda KM. Blessing yang meninggal dunia pada Jumat 20 Mei 2022.

KKP menyebut bahwa penanganan intensif telah diberikan sejak yang bersangkutan sakit termasuk langkah sigap dan koordinatif dalam pengurusan pemulangan jenazah ke India.

Menag Tinjau Hotel Jemaah Haji di Arab Saudi

“Yang bersangkutan mengalami sakit sejak tanggal 10 Mei 2022, dan PPNS Perikanan Pangkalan PSDKP Lampulo bergerak cepat dengan membawa yang bersangkutan ke RSUD. Zainoel Abidin untuk memperoleh penanganan medis,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin.

Adin pun menjelaskan bahwa berdasarkan hasil diagnosa yang telah dilakukan oleh Tim Dokter, Nakhoda KM. Blessing tersebut mengalami gangguan hati dan ginjal yang diduga karena infeksi. Pada tanggal 14 Mei 2022, Jesin Dhas kemudian dipindahkan ke ruang ICU karena kondisinya semakin memburuk dan harus dilakukan hemodialisa (cuci darah).

“Informasi yang kami terima dari pihak Rumah Sakit, sampai dengan hari Jumat, telah dilakukan hemodialisa sebanyak 6 kali, ini menunjukkan bahwa penanganan dilaksanakan dengan sangat serius sesuai dengan standar medis,” terang Adin.

Lebih lanjut, Adin menyampaikan bahwa penanganan lanjutan terhadap jenazah Nakhoda KM. Blessing tersebut juga terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Ditjen PSDKP KKP, perwakilan Kementerian Luar Negeri dan pihak Konsulat Jenderal (Konjen) India di Medan berkoordinasi untuk penanganan jenazah lebih lanjut terkait dengan permintaan keluarga melalui Konjen India, jenazah akan dipulangkan ke Tamil Nadhu India melalui Medan.

Kami terus koordinasikan dengan pihak-pihak terkait untuk memenuhi permintaan keluarga yang ingin agar jenazah dimakamkan di India,” ujar Adin.

Adin menegaskan bahwa seluruh langkah-langkah penanganan yang dilakukan aparat Indonesia tersebut sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang memberikan atensi besar terkait permasalahan ini dan meminta jajaran di lapangan untuk membantu proses penanganan WNA India yang meninggal dunia tersebut.

“Bapak Menteri telah memberikan arahan agar kami melakukan upaya maksimal dalam penanganannya,” pungkas Adin. 

Untuk diketahui, KM. Blessing yang merupakan kapal ikan berbendera India dengan ABK seluruhnya WN India ini ditangkap oleh Polairud Polda Aceh pada tanggal 7 Maret 2022 karena melakukan illegal fishing di perairan Indonesia. Dalam perkembangannya kasus ini ditangani oleh PPNS Perikanan pada Pangkalan PSDKP Lampulo, dan saat ini kasus ini telah dilimpahkan kepada Kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut.

Upaya penanganan illegal fishing yang mengacu pada hukum nasional dan internasional selalu menjadi concern KKP. Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono juga menyampaikan agar sikap tegas terhadap pelaku illegal fishing tetap mengedepankan prinsip-prinsip hukum internasional dan memberikan perlakuan secara layak sesuai dengan hak asasi manusia.

4 Pulau Milik Aceh Masuk Wilayah Sumut Ini Tanggapan Pemerintah Aceh

17 Kapal Nelayan di Aceh Ketahuan Pakai Pukat Harimau

Banda Aceh - 17 kapal nelayan yang sedang melaut di Aceh dan Sumatera Barat terjaring operasi penertiban alat tangkap tak ramah lingkungan. Mereka ketahuan menggunakan mini trawl atau pukat harimau untuk menangkap ikan.

Operasi digelar Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan kapal Kakap dan Hiu 12. Dua kapal nelayan terjaring di pantai barat Sumatera Barat dan sisanya di Nagan Raya, Aceh.

"Operasi penertiban alat tangkap tak ramah lingkungan ini salah satunya dikarenakan maraknya penggunaan pukat trawl oleh sejumlah nelayan. Kita tertibkan agar ke depan tidak lagi marak," kata Kepala Pangkalan PSDKP Lampulo Banda Aceh Akhmadon kepada wartawan, Kamis 14 April 2022.

Dia mengatakan, kapal berukuran 5 GT itu semuanya beroperasi di perairan teritorial. Para nelayan itu kemudian menyerahkan alat tangkap berupa pukat harimau ke petugas PSDKP.

"Setelah kapal diperiksa, mereka menyerahkan secara sukarela alat tangkap tersebut," jelas Akhmadon.

Dua alat tangkap yang disita di Sumatera Barat diserahkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Sedangkan 15 pukat harimau yang diserahkan nelayan Aceh dibawa ke Pangkalan PSDKP Lampulo untuk proses lebih lanjut.

Akhmadon mengatakan, selain melakukan penertiban, pihaknya juga berkomunikasi dengan pemerintah daerah agar ada upaya fasilitasi penggantian alat tangkap untuk nelayan yang telah menyerahkan pukat harimau.

Dia menjelaskan, sepanjang 2021-2022 sudah ada 41 alat tangkap trawl yang diserahkan nelayan ke PSDKP. Pukat harimau diduga masih banyak dipakai nelayan yang melaut di Selat Malaka dan Samudera Hindia.

"Untuk tahun ini, sudah ada 20 alat tangkap trawl yang diserahkan dan kami amankan," terangnya.(detik)




Koordinasi dan Konsolidasi Dinsos Aceh dengan Kemenlu RI Buahkan Hasil

Banda Aceh - Koordinasi dan konsolidasi Dinas Sosial Aceh dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam upaya pemulangan 51 nelayan Aceh akhirnya membuahkan hasil. Upaya tersebut mulai dijajaki sejak para nelayan itu ditangkap otoritas keamanan laut Thailand, 21 Januari awal tahun kemarin.


Atas upaya dan kerja sama Kementerian Luar Negeri tersebut, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyampaikan terima kasih. "Pak Gubernur sangat berterimakasih kepada semua kawan-kawan di Kemenlu. Berbagai bantuan Kemenlu sampai menjemput masyarakat kita dari Bangkok sangat dihargai oleh Pak Nova. Kita akan jemput mereka di Jakarta dan akan antar sampai ke rumah," kata Alhudri saat menghubungi langsung Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha dari Banda Aceh, Selasa 29/09.

Alhudri mengatakan, pemerintah Aceh sangat terbuka dan koperatif dalam mengupayakan lobi-lobi pembebasan puluhan masyarakat yang ditahan di luar negeri itu. Sejak Januari saat mereka ditangkap, berbagai upaya terus dilakukan. Tentu upaya tersebut dilakukan lewat jalur resmi yaitu Kementerian Luar Negeri di Jakarta serta KJRI di Bangkok dan Konsulat Indonesia di Songkhla.

"Mengingat banyak warga kita di luar negeri, kita terus menjaga hubungan baik dengan Kemenlu. Batas kita hanya di Jakarta selanjutnya Kemenlu yang terus membantu kita dengan mengikuti aturan dan prosedur antar-negara," kata Alhudri.

Secara runut, Alhudri menjelaskan peristiwa penangkapan para nelayan dan berbagai upaya Dinsos serta Kemenlu RI. Pada 21 Januari, KM. Perkasa dan KM. Mahera ditangkap karena dianggap mencuri ikam di Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE) oleh Royal Thai Navy. Terdapat 33 nelayan dalam kedua kapal itu, 3 di antaranya masih di bawah umur. Kapal tersebut lantas ditarik ke Pangkalan Thap Lamu, Provinsi Phang Ngah.

Sepuluh hari berselang, Konsul RI di Songkhla melakukan pertemuan dengan Wakil Gubernur Phang Nga. Terus pada 3 Februari Konsul RI melakukan kunjungan ke penjara untuk bertemu dengan para nelayan itu.

Pada 17 Februari, Dinas Sosial Aceh menyurati Konsul RI di Songkhla untuk meminta bantuan penanganan para nelayan itu. Hari berlalu, mereka kemudian disidang dan diputuskan bersalah atas akuan sendiri di Pengadilan Negeri Phang Nga. Pada 16 Maret 2020, Departemen of Correction Thailand mengizinkan perwakilan Tim Konsuler KRI Songkhla untuk bertemu dengan para tahanan tersebut di penjara Phang Nga. Pertemuan dilakukan terbatas di ruang bersekat kaca.

Pada awal Juni 2020, KRI Songkhla mengupayakan pendampingan bagi nelayan itu sehingga diharapkan atas mereka mendapatkan keringanan hukuman. Atas berbagai upaya itu, 6 anak di bawah umur yang masih ditahan di penjara Phang Nga disetujui untuk dipulangkan ke tanah air.

Tepat tanggal 28 Juni 2020, Raja Thailand berulang tahun ke 65. Momen bahagia itu diungkapkan Raja Rama X untuk memberikan ampunan atau amnesti kepada 51 tahanan lain. 21 tahanan sebelumnya memang sudah ditahan di Penjara Phang Nga.

Amnesti itu kemudian ditetapkan melalui keputusan pengadilan pada tanggal 9 September. Berselang hari, KRI Songkhla menyelesaikan dokumen pembebasan dan dokumen kerjakan pemulangan para WNI itu dari Songkhla ke Bangkok. Dari situ, KBRI kemudian melakukan persiapan akhir repatriasi 51 warga Aceh Timur itu sesuai dengan jadwal dari Biro Imigrasi Thailand. 

Dalam dokumen resmi tertanggal 25 September 2020 dari Kementerian Luar Negeri yang dikirimkan kepada Plt Gubernur Aceh u.p Dinas Sosial Provinsi Aceh, disebutkan bahwa saat ini kondisi ke-51 nelayan Aceh itu dalam keadaan sehat. Saat ini mereka berada di Pusat Detensi Imigrasi di Bangkok setelah dipindahkan dari Phang Nga pada 12 September lalu. 

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha, mengatakan ke 51 masyarakat Aceh Timur tersebut akan diberangkatkan dari Bangkok pada Kamis 1 Oktober dua hari mendatang. Begitu tiba di Bandara Soekarno-Hatta di Tanggerang Banten, petugas Kementerian Luar Negeri akan menyerahkan para nelayan itu kepada perwakilan pemerintah Aceh dan pihak Satgas Covid Nasional untuk diswab sesuai protokol kesehatan covid-19 dan kemudian diantarkan ke Wisma Pademangan.

"Sesuai protokol kesehatan Covid-19, mereka kita swab. Kalau negatif akan dipulangkan, kalau positif dikarantina dulu," kata Yudha.

Atas nama Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha berterimakasih kepada pemerintah Aceh yang dinilai telah bekerjasama dengan sangat baik. 

"Kerja sama tim kita selama ini sangat baik. Mulai dari Bangkok sampai ke Sukarno-Hatta akan kita kawal. Nanti perjalanan ke Aceh akan dilanjutkan oleh pihak pemerintah  Aceh," kata Yudha.

Berikut nama-nama awak kapal yang akan dipulangkan pada 1 Oktober mendatang.

Munir, Endi Mulyadi, Azrizal, Dedi Puruatda, Firmansyah, Muhammad Munir, Musliadi, Rahmad Nanda, Musliadi, Feri Madona, Musliadi, Saleh Saputra, Saifullah, Hamdani, Zulkifli, Jumadi dan Nuroin.

Selanjutnya adalah Basri, Ibrahim, Mawar Effendi, Muhammad Jamlu, Khaironnisa, Ishak, Nurdin Hanafiah, Tarmizi, M. Yunus Budiman, Muhammad Nasir, Junaidi, Muhammad Mirza dan Sayet Khadafi.

Selanjutnya adalah Saidan, Sofian, M. Saidan, Basri, Amat/M. Ramadhan, Jafaruddin, Idris J, Midi Muslim dan M. Nurwandi.

Selanjutnya adalah Muchlis, Khwanuddin, Muhammad Saputra, Safuri, Faisal, Fakhrurrzi, Arun, Zulkifli, Rusli, Raifaksi, Hernanto dan Razali.
Pedagang Ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo Direlokasi

Pedagang Ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo Direlokasi

Asisten II Sekda Aceh, Teuku Ahmad Dadek, mengapresiasi Pemerintah Kota Banda Aceh yang berinisiatif merelokasi pedagang ikan dari Pelabuhan Perikanan Samudera Kutaraja Lampulo ke pasar ikan miliknya Pemko.
Pemindahan itu dilakukan sebab tengah ada pengerjaan pembangunan atap pelindung di PPS Samudera.
Selain pembangunan atap, pemerintah Aceh juga melakukan pengerukan kolam labuh, merehab lantai TPI, menutup saluran, talud, turap, pipa air bersih, dan menara pantau. Anggaran pembangunan tersebut bersumber dari APBA 2019, dengan nilai Rp.30 miliar.
“(Untuk kesempurnaan pembangunan) Tahun 2020 juga ada pembangunan pagar dan break water,” kata Ahmad Dadek saat meninjau lokasi itu pada Minggu (1/12).
Dadek meminta agar rekanan memacu pengerjaan proyek tersebut sehingga penyelesaiannya tepat waktu. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah menambah tukang dan jam kerja.
Selain itu Dadek meminta kepada masyarakat dan DKP propinsi Aceh untuk mencari cara membangun budaya bersih dan membersihkan PPS.
“Ada delapan orang tenega kebersihan tetapi kalau sampah masih dibuang sembarangan tempat maka PPS tetap kotor,” kata Dadek.(anterokini)
Back To Top